Memperingati Hari AIDS/HIV dan Bicara Seks Dalam Keluarga



Sekitar 2 minggu yang lalu, Saya membaca sebuah artikel di sebuah media online mengenai wafatnya pemuda 24 tahun bernama Daniel Decu dari Romania. Daniel meninggal akibat mengindap HIV/AIDS. Sayangnya penyebab kematiannya baru diketahui ketika sekitar 40 gadis datang melayat. Para gadis-gadis itu adalah mantan kekasih Daniel ingin memberikan penghormatan terakhir. Ketika mendengar kabar penyebab kematian mantan kekasihnya itu, suasana menjadi gaduh dan histeris. Bukan karena duka mendalam akibat kehilangan mantan pacar, tapi bagaimana nasib mereka yang ternyata sudah pernah melakukan hubungan badan bersama Daniel. Akibatnya, ibu Daniel harus dibawa ke kantor polisi, dokter yang menangani Daniel juga harus diinterogasi.  Dokter merasa diancam oleh ibu Daniel untuk tidak menyebarkan keadaan putranya. Sementara Ibu Daniel masih dalam penyelidikan karena dianggap menyembunyikan keadaan anaknya yang berakibat membawa bencana pada orang lain. Lalu, bagaimana seharusnya masyarakat dan pemerintah Romania bertindak terhadap masalah ini? Ah sudahlah, Romania terlalu jauh dari negeri kita, kita urus saja negeri ini? Saya pikir kita semua akan manggut-manggut.

Ada dua beberapa pelajaran dari kejadian Daniel. Pertama, mengenai seks bebas, kedua mengenai bagaimana kita menjaga anak-anak kita. Mari kita mulai dari masalah pertama.

Pendidikan Seks Untuk Keluarga

Seks bebas sudah bukan barang baru di negara ini.  Anda akan mudah mencari video remaja yang terindikasi melakukan hubungan seks pranikah dan beresiko di dunia maya. Dari pengalaman penelitian Saya dalam sebuah FGD, seorang gadis kelas 10 SMU di wilayah Jakarta Timur bahkan mengatakan bahwa hampir semua wanitanya di kelas pernah bermesraan dengan pacaranya yang mengarah pada hubungan seks. Pertanyaan selanjutnya, apa yang mendorong mereka berbuat begitu? Jangan Tanya tentang dosa, itu bukan jadi pertimbangan mereka. Alasan pertama biasanya juga bukan karena cinta, tetapi lebih pada ketakutan tidak diterima dalam pergaulan, alasan selanjutnya karena tidak ingin ditinggalkan pacarnya. Alasan ini juga bukan berarti cinta, karena bisa jadi pacaranya adalah pria tampan yang jadi idola di sekolah, dan sang gadis merelakan kegadisannya dan "melayani" pacarnya karena tidak mau gadis lain bersamanya. Bahkan mereka sendiri tidak bisa mendefinisikan cinta, sayang, atau benci.

Lalu, apakah mereka menyesal? Ya mereka menyesal, namun penyesalan tidak lantas merubah perilaku. Menariknya lagi, dari hasil diskusi yang lain, mereka lebih paham bagaimana beradagan seks ketimbang memahami fungsi organ dan alat-alat tubuhnya. Jika Anda bertanya, bagaimana proses ovulasi, atau Tanya saja fungsi utama ginjal, mereka akan larak-lirik kebingungan. Oke, tidak semua remaja seperti itu, saya garis bawahi, remaja yang kurang baca buku dan kurang komunikasi dengan orang tua. Dan ternyata, kelas sosial belum tentu menjamin perilaku seks di luar nikah seseorang. 

Lalu bagaimana dengan nilai-nilai agama? Nilai-nilai agama baru berfungsi jika dimaknai dengan pemahaman yang benar. Bukan sekedar hapalan surah atau sekdar menunaikan kewajiban. Artinya, sekali lagi peran orang tua yang seharusnya mengarahkan bagaimana nilai-nilai agam bisa beroperasi dengan benar bersama ilmu pengetahuan sebagai rambu dalam bertindak.

Jadi, tugas siapakah untuk memberikan pendidikan seks dalam keluarga? Tentu saja tugas orang tua. Kapan orang tua berburu pengetahun tentang ini? Sebelum menjadi orang tua, dan menyiapkan diri bahwa menjadi orang tua bukan perkara mudah. Jika Anda pernah jatuh di sebuah lubang, tentu Anda tidak ingin anak Anda jatuh di lubang yang sama, lalu apa yang akan Anda lakukan, bisa jadi mengubur lubar itu dan memastikan anak kita melewatinya dengan aman. Namun kita tidak bisa selamanya mengikuti kemana anak kita pergi, ada waktunya mereka harus sendiri dan kita ingin kepastian, bahwa mereka tetap menjauhi perjalanan yang dapat melukai dirinya, sebab itulah kita melibatkan ornag lain untuk sama-sama menjaga anak mereka, hingga kita merasa tenang, anak-anak kita akan selamat sampai tujuan.

Saling Mengingatkan

Kita tidak bisa bekerja sendiri bersama keluarga kita saja! Kita ingin punya Indonesia yang lebih baik. Namun apa jadinya, jika generasi kita yang sejak kecil sudah terpapar pornografi melalui joget-jogetan, baju-baju minimalis, atau game online yang bukan untuk mereka. Yang terjadi adalah kerusakan pre frontal kortex, sebuah bagian otak yang tugasnya adalah memutuskan mengenai baik dan benar. Jika ini sudah rusak saat masih anak-anak atau remaja, maka perilakunya sangat mengerikan. Anda mungkin sudah dengar ada remaja yang melakukan aksi pembunuhan, menyiram air keras, memperkosa, dan sebagainya. Jika, otak kita dalam keadaan aman (sehat) mungkinkah sebagai manusia kita bisa berbuat itu?

Jadi, pendidikan seks dalam keluarga adalah: 
  1. Bagaimana orang tua bisa memberikan rasa aman dan nyaman kepada anak-anaknya untuk bicara tentang apapun, termasuk tentang seks. Untuk itu, sebagai orang tua, kita harus lebih giat belajar. Contoh lebih ampuh ketimbang bicara
  2. Ajarkan mengenai alat tubuh dan fungsi dan mekanismenya, hormon yang mengaturnya, dan bagaimana Allah SWt begitu jenius menciptakan manusia, sehingga kita harus menjaga tubuh ini. Tubuh yang berharga ini sehingga tidak bisa sembarang orang bisa menyentuhnya
  3. Berikan pemahaman mengenai konsep "mahram", siapa yang boleh melihat aurat, bagi anak-anak yang sudah menginjak remaja. Kita beryukur, Islam memberikan konsep yang sangat detail mengenai bagaimana kita harus menjaga pandangan, sentuhan, aurat, bahkan sampai mandi (membersihkan diri)
  4. Katakan berbagai hal dengan penuh lemah lembuh (bukan ancaman, apalagi mata melotot dan telunjuk diacungkan) kalau perlu membaca dan mengkaji bersama keluarga. Misalnya baca buku tentang reproduksi manusia, dan jelaskan sesuai usia perkemangan anak.
  5. Jika Anda terbiasa membicarakan apapun dengan anak Anda dengan penuh makna, maka anak akan merasakan hal yang sama. Keluarga adalah sekolah pertama bagi anak-anak, maka jangan biarkan media massa menjadi referensi utama. Mereka harus lebih percaya pada Anda sebagai orang tua. Untuk mendapatkan kepercayaan anak, maka satukan perkataan dengan perbuatan (tidak berbohong dalam bentuk apapun)
  6. Mari kenalkan anak-anak kita dengan Allah SWT, salah satu cara mengenal penciptanya adalah dengan mengenal mahluknya, bagaimana tubuh, bumi, alam semesta berproses.

Lalu bagaimana yang sudah terlanjur terpapar pornografi?  Rangkul mereka, berikan kepercayaan baru, tobat! Damping dan kenalkan dengan lingkungan yang positif. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk mengisi kehidupan ini.

Jika anak-anak kita, generasi kita begitu kuat menjaga tubuhnya, menjaga pandangannya dan memegang komitmen terhadap keyakinannya, bahwa semua bisa dilakukan pada waktunya dengan orang yang tepat, demi melahirkan keturunan dan generasi yang gemilang dalam asuhan keluarga yang ideal. Maka, histeria seperti yang dialami oleh 40 gadis di Romania tidak  terjadi di negeri ini.

Penulis : Nurhablisyah, Msi.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Memperingati Hari AIDS/HIV dan Bicara Seks Dalam Keluarga"

Post a Comment