Bahagia Mendidik, Mendidik Bahagia

Bahagia Mendidik, Mendidik Bahagia

Suatu pagi yang cerah, seorang sahabat yang juga seorang penulis hebat memberikan saya buku hasil kerja kerasnya. Saya selalu bahagia mendapatkan hadiah, apalagi buku dari beliau. Saya yakin buku yang ditulisnya pasti mencerahkan. Hari itu juga say abaca, dan langsung selesai. Karena membaca buku itu seperti mendengarkan dongeng. Bahasanya lembut, mudah dicerna dan tidak membuat kepala pening. Justru membuat ahti terasa damai. Buku itu berjudul “Bahagia Mendidik dan Mendidik Bahagia”

Picture Source: esq165blog.wordpress.com


Membaca buku kaya Ida . S Widayanti itu seperti membuka ensiklopedi tubuh manusia dan kejiwaan. Hanya saja bahasanya yang seperti bercerita membuat saya lebih paham bermacam-macam hormone dan fungsi otak manusia.

Salah satunya yaitu bagaimana The Ida (panggilan akrab saya untuk beliau) menuliskan jika seseorang marah, hormon cortisol di dalam darah akan naik. Susunan kerja otak akan rusak, demikian juga susunan saraf pada tubuh.

Membaca buku ini juga membuat saya teringat bagaimana saya dibesarkan. Bagaimana cara mama menegur, ekdekatan saya dnegan mama dan ayah. Sebuah kenangan berharga yang menjadi bekal dalam mendidik titipan Allah kelak. Setelah usai membaca, saya langsung merekomendasikan buku ini kepada orang yang sangat saya cintai. Namun beliau justru meminjamkannya kepada tetangga saya yang tengah hamil. Padahal, jika beliau membacanya, saya berharap beliau bisa mereview apa yang telah dilakukan selama ini.

Selama ini kita selalu merasa hebat sudah punya anak dan bisa melahirkan dengan normal. Padahal pekerjaan kita sebagai seorang ibu atau ayah tidak sampai situ. Kita senantiasa berpikir, bekerja keras mencari nafkah agar kebutuhan fisik anak tercukupi. Anak harus sekolah di tempat yang bagus, dapet ranking paling tinggi, bahkan jadi juara se-Indonesia, bila perlu. Kita membuat anak-anak kita berkompetisi untuk merebut sesuatu yang sifatnya fisik, pujian. Tapi kita tidak mendidik anak-anak itu untuk berlomba-lomba mengulurkan tangan pada yang membutuhkan. Berlomba-lomba menjaga kebersihan. Atau bersaing untuk menjadi anak yang paling banyak mencurahkan rasa saying terhadap sesame dan lingkungan. Anak yang paling murah senyum, anak yang paling toleransi, dan anak yang mudah memaafkan atau mudah mengucap syukur.

Sebuah bab di buku tersebut menawarkan sebuah kisah, bagaimana ibu yang hendak berangkat kerja meninggalkan putrinya yang masih TK, memberikan kata-kata motivasi kepada sang anak. Sehingga anak merasa bahwa ibu tidak benar-benar meninggalkannya.

“Ibu nanti pulang lagi kan?” si anak penasaran

“Iya dong. Memang ibu mau pulang kemana? Kalau ibu lama berpisah dengan putrid shalihah itu, hati ibu kosong. Ibu akan cepat sedih. Jadi kalau pekerjaan ibu sudah selesai, ibu akan cepat-cepat menemui putrid yang cantik dan baik itu.”
Betapa indahnya katakata sang ibu. Dan betapa anak yang mendengarkannya merasa damai hatinya, tidak was-was jika Ibu pergi meninggalakannya sementara. Dan sang anak merasa dihargai sebagai anak. Apakah sebagaian dari kita disirami kata-kata indah seperti semasa kecil?

Well, intinya, usai mebaca buku ini dan menuliskan review, dalam hati saya berdoa. Semoga saya Allah masih memberikan kapasitas otak saya untuk berpikir, mencerna, dan belajar. Dan yang terpenting bibir ini selalu basah untuk berterima kasih.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Bahagia Mendidik, Mendidik Bahagia"

Post a Comment