Curhat: “Ibu, Aku ingin Mengakhiri Rumah tangga ini..”

Curhat: “Ibu, Aku ingin Mengakhiri Rumah tangga ini..”
Menjelang Ramadhan ini, sudah ada 2 orang yang curhat ingin mengakhiri rumah tangganya padaku. Saat dua perempuan itu mencari teman bicara, aku pun turut berkaca. Tugas menjadi orang tua semakin berat. Namun di sisi lain, kita juga hanya manusia yang bias lelah, bosan dan bahkan ingin sendiri.

 Picture Source from : http://www.akhwatindonesia.com/wp-content/uploads/2015/04/marriage.jpg

“Mengapa kamu berpikir begitu?” tanyaku kepada wanita cantik itu. “Saya sudah tidak tahan menghadapi suami saya. Tidak bias diajak bicara.” Ujarnya.
“Memangnya bagaimana kamu mengajak suami bicara?”
“Sudah dengan berbagai cara. Dari yang pelan dan lemah lembut, sampai akhirnya saya bosan dan tidak tertarik untuk bicara lagi dengannya. “

Wanita ini sudah 7 tahun menikah dan dikaruniai gadis kecil yang cantik yang sudah berusia 4 tahun. Sudah selama itu pula ia bersabar terhadap perilaku suaminya yang sering bicara kasar. Sang suami yang kerap sholat Subuh di masjid, selalu mengatakn bahwa tugas permpuan adalah patuh pada suaminya. Sehari-hari, Sang suami yang bekerja sebagai wira usaha pulang malam, mandi dan langsung tertidur. Tidak ada lagi cada tawa, godaan mesra, maupun belaian sayang pada sang istri. Bahkan untuk mengajak main sang buah hati tercinta, suami pun jarang.

“Kalau dia memperlakukan begitu, saya masih bisa terima. Tapi ketika dia marah-marah pada anak saya karena anak saya kena knalpot. Saya marah, dan kami jadi pertengkar hebat. Anak sudah kesakitan, kok dimarahin. Padahal yang bawa motor yang suami saya, anak engga tau knalpot motor iti panas.”

Perempuan lain yang juga cantik, bahkan belum genap 2 tahun menikah. Usia anak balitanya yang tampan baru 9 bulan. Ia juga ingin cepat-cepat mengakhiri pernikahannya.

“Susah…diajak bicara baik-baik malah dikira ngatur! Yang ada, malah aku dibentak-bentak Mba..”
“Sudah curhat ke mertuanya belum?” Tanya aku. “Ibunya dan suamiku hubungannya tidak dekat. Malah jarang Bicara. Jadi percuma ngomong sama mertua. Mamanya diam saja. “ ujarnya dengan air mata hampir tumpah ke pipinya yang putih.

Kedua kasus di atas punya kesamaan. Pertama, suami yang sulit diajak bicara. Kedua, mereka juga jarang biara dengan ibunya. Kalau kasus yang pertama, suami diasuh dengan keras oleh ayahnya. Ayahnya suka main tangan, dan hamper tidak pernah mengenal lebih dekat sanga anak dengan berlibur bersama, berjalan dan bermain. Kasus kedua, sang anak aalah yatim sejak kelas 5 SD. Sang ibu yang menjadi tulang punggung keluarga, harus kerja pontang-panting memenuhi kebutuhan keluarga, dengan tiga anak. Tidak ada waktu untuk bicara, bercanda, yang ada adalah sisa kelelahan dan penat.

Suami dari kasus kedua, tidak mengizinkan istrinya memegang kunci rumahnya sendiri. Lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman-teman di warung kopi. Ketika anaknya sakit dan masuk rumah sakit, ia tidak ada di sana, tidak tahu berapa biaya rumah sakit yang harus dikeluarkan. Dan bersikap tidak sopan kepada keluarga istrinya. Memaki istrinya di depan orang lain dan menegur semua teman yang menjadi teman curhat istrinya. Lalu mengatakan, “ngapain curhat ke orang-orang tentang rumah tangga sendiri.”

Sungguh, berumah tangga adalah pekerjaan berat

Namun, memutus rantai kebencian lebih berat lagi. Menghapuskan dendam dan prasangka juga perkara yang amat sulit. Dalam buku “Female Brain” karya Lou Ann Berzandine, dokter hormon  perempuan ini mengatakan, jika perempuan merasa frustasi bicara kepada para pria, itu adalah sesuatu yang wajar. Karena otak pria dan wanita berbeda. Otak perempuan bisa menghasilkan puluhan ribu kata per menit, sebab itulah perempuan suka dirayu, diajak curhat. Sementara, bagi otak laki-laki, permainan, seks adalah minat yang menguasai otaknya. 

Pria lebih bersifat teknis: “Jadi kesimpulannya apa?” harusnya ngapain?” “langkah pertama, kedua dan ketiga apa? “  kalau minta pendapat tentang masakan, mereka hanya punya dua kata “enak” dan “tidak” jangan minta mereka mendeskripsikan apa yang kurang, karena memang bukan di sana spesilisasinya. Namun ketika di kantor, bekerja dalam tim, pria lebih cekatan, otak dan ototnya memang didesain untuk bekerja menopang keluarga.

Namun pria adalah manusia pertama yang diciptakan Allah, dikaruniakan kepadanya hormone X dan Y. Prialah yang diberi mandate untuk membuahi. Dalam kandungan sel kelamin ada pula sel tubuh yang membuat pria menjadi sangat kuat juga lembut. Para pria bisa berperan sebagai tameng namun juga bisa sebagai payung. Hormon pria sudah didesain lebih stabil menghadapi masalah. Ketika ada masalah pelik, para pria mampu bersikap tenang.

Jadi? Solusinya gimana?

Mari kita putus rantai yang akan memakan jiwa dan raga buah hati kita. Caranya? Jangan sampai ini terjadi pada anak-anak kita.

Setelah pembicaraan itu, aku pandangi wajah anak laki-laki yang sedang terlelap. Ya Allah, sebagai seorang ibu, Engkau berikan kepadaku kalimat sakti yang dapat kujatuhkan sumpah kepada putraku. Aku bersumpah! Aku akan berusaha menanamkan kalimat-kalimat Mu di dalam otaknya, Aku menyumpahi dia menjadi anak yang soleh. Pria yang dengan ototnya yang kuat melindungi anak, istri dan tetangganya yang teraniaya. Pria yang dengan otaknya, hanya bekerja untuk mendapatkan cintaMu.

Pria yang hangat pelukannya hanya untuk anak dan istrinya
Pria yang senyumnya bisa menjadi semangat bagi keluarga
Pria yang tenaganya bisa melindungi keturunannya dari api neraka
Pria yang lemah lembut tutur bahasa dan perilakunya, namun tegas terhadap ketidakadilan
Pria yang selalu terpaut hatinya pada masjid dan perintahMu
Pria yang memberi inspirasi
Pria yang ketika diperdengarkan kalimatMu ia bergetar dan tersungkur mencium tanah
Pria yang matanya selalu berkaca-kaca membayangkan kematian

Ya Allah, jangan biarkan aku menjadi ibu yang membuat hati menantunya menangis, karena perilaku anak laki-lakinya. Akan kuseret dia! Kumaki, dan kuminta dia meminta maaf kepada istri dan anaknya dengan sisa-sisa tenagaku.

Ya Allah, tunjukkan kemana kami harus belajar
Kuatkan, lisan, hati dan perbuatan Kami untuk selalu terpaut PadaMu
Mohon lembutkan hati-hati yang keras itu, dan karuniakan kepada kami keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah

Teman, mohon maaf untuk tulisan yang emosional ini. Semoga bermanfaat. Mohon maaf lahir Bathin,  Marhaban Yaa Ramadhan.”

Untuk informasi membangun Anak sesuai Fitrah, silakan hubungi Sekolah Batutis Al-Ilmi, melalui:  Taya (081281304090)

Penulis : Nurhablisyah Msi.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Curhat: “Ibu, Aku ingin Mengakhiri Rumah tangga ini..”"

Post a Comment