Berkaca Dari Pembunuhan Dedeuh : Dari Sudut Pola Pengasuhan Orang Tua

Berkaca Dari Pembunuhan Dedeuh : Dari Sudut Pola Pengasuhan Orang Tua

Picture From : SindoNews

Dalam seminggu ini, Indonesia digemparkan oleh pembunuhan sadis yang dilakukan oleh RS(24) terhadap SA (26) pada 10 April 2015 sekitar pukul 19:00 – 20: WIB (http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/15/04/15/nmu4ak-ini-kronologi-pembunuhan-tata-chubby)

Detail kronologi peristiwa ini sudah diulas berbagai media. Namun, semakin saya membaca berita ini, semakin saya merasa bersalah. Mungkin karena Saya melihatnya dari sisi “orang tua” atau parenting. Mari kita bahas dulu dari dua aktor utama dalam peristiwa ini.
  1. Korban: DS usia 26 tahun, menikah di usia 16 tahun karena kecelakan, sedari kecil ditinggal meninggal ibunya dan ayahnya entah di mana. Saya tidak mendapatkan sumber bagaimana DS menjalani kehidupan kanak-kanaknya. Namun setelah tamat SMP, DS ikut tinggal bersama kakak laki-lakinya yang sudah menikah dan tinggal di Depok. Tadinya mau melanjutkan sekolah ke STM, namun karena pergaulan bebas yang dijalaninya, belum sampai SMU, DS sudah dinikahkan. Setahun setelah menikah dan memiliki anak, DS bercerai dari suaminya. Setelah itu, DS pergi melanglang buana, dan hanya sesekali saja ia berkunjung untuk menemui kakaknya. Anak ketiga dari 3 bersaudara ini dikenal kurang ramah, perlente dan resik. Kakak Iparnya, mengatakan, setahun tinggal bersama DS, ia jarang bicara. Sehari-hari jarang di rumah. DS juga tidak membantunya dalam hal pekerjaan rumah.(http://www.merdeka.com/peristiwa/kakak-ipar-setahun-tinggal-bersama-deudeuh-cuek-dan-tertutup.html)
  2. Pelaku: RS berusia 24 tahun. Ayah dari satu orang putra dan istrinya tengah hamil tua. Pekerjaannya adalah guru bimbingan belajar di kawasan Kedoya (Jakarta Barat), di masa kanak-kanak sudah ditinggal meninggal dunia oleh ayahnya. PS adalah anak yang cukup pintar secara akademik. Menurut adik kelasnya di sebuah boarding school, PS cukup disegani dan berperan sebagai mentor. PS  kemudian melanjutkan studinya ke sebuah perguruan tinggi negeri di Bogor, ia menikah dengan teman sesama mahasiswa dari kampus yang sama. Karena alasan ekonomi ia memilih untuk bekerja dan tidak melanjutkan kuliah. Pada media, PS mengaku menghabisi Ds karena DS berulang kali menghinanya “bau badan.” RS menggunakan jasa DS yang berprofesi sebagai PSK sebanyak 2 kali. Pada kali kedua inilah, PS kehilangan akalnya dan mengakhiri nyawa DS. (http://www.liputan6.com/tag/deudeuh-alfi-sahrin)

Mengapa Orang Yang diKenal Baik dan Santun Bisa Berubah?

Beberapa hari setelah kepolisian meringkus PS, peristiwa ini sontak menjadi pembicaraan kaum ibu saat arisan, di sekolah maupun di tukang sayur. Banyak orang yang tidak percaya, bahwa pelaku yang dianggap baik, santun dan pintar bisa lupa diri seperti itu. Jika alasannya adalah ekonomi, untuk biaya persalinan dan hidup, orang yang waras akan berpikir ratusan kali untuk melakukan tindak kriminal. Masih banyak cara yang dapat ditempuh untuk memenuhi urusan perut tanpa harus berbuntut panjang dengan kepolisian. Mengapa PS bisa terjerat dalam situasi ini?

Kedua, PS yang pernah mengenyam pendidikan agama di boarding school, tentu paham konsekwensi zina. Apalagi infeksi menular seksual yang bias ditularkan oleh PSK. Sebagai mahasiswa, ia pasti sudah memiliki referensi atas tindakannya, namun ia begitu lemah untuk menahan dorongan seksnya. Bagi orang awam, atau orang yang baru mencoba petualangan “cinta”, menghubungi PSk adalah hal yang sangat berat. Ia akan bergetar, bicara terbata-bata, dan sebagainya. Di dalam otak orang yang awam akan timbul konflik mengenai statusnya (pria beristri dan berkeluarga) dengan menjelajahi petulangan baru yang sangat dilarang dan penuh resiko.  Namun rambu-rambu itu, baik di hati maupun di otaknya sudah mati. Sehingga, alarm peringatan tidak lagi berbunyi, dan PS bebas berselancar sepanjang tidak ada orang yang memergokinya.

Pertanyaan selanjutnya, lalu apakah yang membuat alarm akan norma-norma kita mati?

Elly Risman (pakar parenting) dalam sebuah diskusi parenting di Sekolah Alam Cikeas, pada 6 Desember 2014 mengatakan, bahwa salah satu yang mematikan fungsi pre frontal kortex adalah paparan pornografi yang dikonsumsi pada usia sangat belia, penggunaan narkoba dan adiksi terhadap game online. Kerusakan Pre frontal Kortex tidak ada pengaruhnya dengan kesantunan dan kealiman seseorang. Dia bisa saja alim di depan banyak orang dan berubah di saat yang lain. Beberapa teman yang bekerja sebagai guru pernah cerita. Di sekolah sudah ada beberapa remaja yang kedapatan berbuat asusila. Saat orang tua nya dipanggil ke sekolah, para orang tua itu tidak percaya dan menyalahkan murid lain. Di rumah, anak-anak mereka adalah anak yang penurut dan sopan.  Paparan pornografi pada usia kanak-kanak akan menempel pada otaknya, dan merangsang anak untuk mencari jauh tentang hal itu. Maka, jangan sepelekan busana minim para artis sinetron/ penyanyi di layar kaca. Sebaiknya temani anak-anak saat mengkonsumsi program TV, game maupun situs internet.

Perlu diteliti lebih lanjut, apakah PS pernah mengalami ketiga hal ini (kecanduan pornografi, game OL atau narkoba) ? Bagaimanakah kebiasaan PS dalam dunia maya, dan sejak usia berapakah PS terkena paparan pornografi? Dsb?

Sendirian tanpa Panutan

Bayi manusia lahir tidak seperti bayi lumba-lumba. Saat dilahirkan bayi lumba-lumba langsung bisa berenang dan beradaptasi dengan air laut. Bayi manusia harus dibimbing dengan pelan dan penuh kesabaran untuk sampai pada tahap perkembangan yang ideal. Ketika seorang tidak mendapatkan  contoh, arahan yang sesuai. Maka referensi yang ada di sekitarnya menjadi bagian dari hidupnya. Jika ia lebih mempercayai teman, maka segala perkataan, perbuatan dan tindakan sang teman adalah modalnya dalam menjalani hidup. Bayi hadir di dunia ini selain karena takdir Allah SWT namun juga campur tangan usaha manusia. Manusia diberi pengetahuan, bahwa konsekwensi hubungan seks adalah kehamilan, maka siapapun yang sadar dalam berhubungan biologis bersiap-siap menjadi orang tua. Ah, hari gini? Pakai pengaman dong! Jika demikian, artinya anak-anak kita sudah pada tahap kehilangan kendali akan norma-norma agama.

DS adalah salah satu contoh, ketika di usianya ia butuh pendampingan dari orang tua, DS tidak mendapatkannya. Referensinya bagaimana menjalani kehidupan  mungkin ia dapatkan dari TV, majalah, pergaulan teman-teman. DS kurang mendapatkan pelukan ayah dan bunda, maka siapa saja bisa memeluknya. DS sering merasa kesepian, maka ia pun menerima siapa yang mau menemaninya. Pertimbangannya, bahwa semua yang ada di dunia ini bisa  dihadapi selama ada uang. DS sepertinya belum pernah mencintai dan dicintai secara tulus. Namun bisa jadi yang paling DS rindukan adalah belaian mesra ayah dan bunda dan ucapan lembut “Tenang Nak, semua akan baik-baik saja, di sini ada ayah dan Ibu.”

Ah, tapi ada anak yatim yang sengsara di masa kecil, sudah bersanya sukses. Benar! Rasulullah SAW adalah contoh manusia yang kurang sentuhan dari ayah dan ibu. Namun, lihatlah sosok yang mendampinginya  hingga menjelang remaja. Karakter kakek, paman dan ibu persusuannya adalah orang-orang dengan karakter yang kuat dan penuh kasih sayang. Nabi Isa A.S juga tidak merasakan belaian ayah, namun sosok ibu dan kakeknya  selalu ada di dekatnya.
Beratlah hidup yang dijalani saudara kita yang satu itu. Sendirian tanpa panutan, ibarat tersesat tanpa ada yang bisa di pegang erat. Lalu dimanakah kita saat saudara-saudara itu merasa kesepian saat masa kanak-kanaknya?

Seorang kawan PS, menyesal mengapa ia tidak ada di dekatnya, untuk mengingatkan PS jauh sebelum kejadian ini. Mengapa sulit sekali untuk bertegur sapa walau hanya untuk menanyakan kabar. Mengapa jauh sebelum saudaranya itu terlanjur jauh ia tidak serta merta menariknya.
Saya pun tertunduk malu.

Beratnya kita menjaga anak-anak kita, namun jutaan anak-anak lain di luar sana justru lebih dekat dengan perangkat elektronik di dalam warnet. Dan mereka bisa jadi memberikan pengaruh pada anak-anak yang kita sayangi.  Banyak orang tua yang tidak berusaha mempelajari cara kerja informasi itu terhadap perilaku anak kita.  Anak-anak Terlanjur terpapar pornografi dan game online yang sudah pasti melalaikan, namun juga merusak otaknya. Lalu dimanakah orang tuanya? Kita? Terutama Saya?

Jadi, apakah solusi?

Wahai para pria, engkau adalah calon ayah, pelajarilah janjimu saat mengucapkan ijab qobul. Pahamilah tujuan dan fungsi seorang ayah hingga engkau bisa menjaga keluargamu dari api neraka, Engkaulah mahluk yang dipercaya untuk menjadi pemimpin keluarga. Di pundakmu beban berat kehidupan terletak, namun surge terindah juga menantimu kelak. Wahai para wanita, sifat memelihara besar sekali Allah titipkan pada dirimu.  Pekerjaan menjadi ibu adalah pekerjaan yang berat, percayalah suatu saat kesungguhanmu merawat titipan Allah akan berbuah rahmat.

Selamat berjuang wahai para orang tua, mari saling mengingatkan demi generasi yang tidak tergoyahkan.

Penulis : Nurhablisyah, Msi

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Berkaca Dari Pembunuhan Dedeuh : Dari Sudut Pola Pengasuhan Orang Tua "

Post a Comment